Paranoia

Seperti malam-malam yang lain, gang itu sepi. Jasmin berpikir dua kali sebelum memasukinya. Tapi dia tahu, gang ini adalah jalan terce...


Seperti malam-malam yang lain, gang itu sepi. Jasmin berpikir dua kali sebelum memasukinya. Tapi dia tahu, gang ini adalah jalan tercepat untuk pergi ke jalan raya. Biarlah. Di langit, setengah bulan tertutup awan, sinarnya kuning pucat, mengingatkan Jasmin kepada warna yang sangat ia benci.

Dia tidak suka kuning. Warna itu selalu mengingatkannya ke lampu gudang di rumahnya dulu. Kata satpam di rumahnya, gudang yang terletak di pojok rumah itu sering ditempati ghoul. Ghoul itu akan memakan gadis kecil yang terbangun tengah malam dan berjalan di sekitar gudang, dari ujung rambut hingga kuku kaki tanpa tersisa setetes darah pun. Gara-gara cerita itu, Jasmin kecil sama sekali tidak pernah masuk ke gudang.

Pernah suatu malam, saat kedua orangnya tertidur, Jasmin kecil ingin buang air. Dengan memberanikan diri, dia berusaha pergi ke kamar mandi tanpa membangunkan orang tuanya. Sedikit enggan, Jasmin kecil maju sedikit demi sedikit, karena kamar mandi dekat sekali dengan gudang. Cerita si tukang kebun selalu terngiang-ngiang. Dan pada malam itu, hanya beberapa langkah lagi sampai kamar mandi, listrik mati. Si gadis kecil berteriak. Dia ingin berlari mundur, tapi kamarnya jauh. Jika dia ngompol di jalan, orang tuanya pasti marah. Papa sudah pernah menamparnya sekali, Jasmin tidak mau kejadian itu terulang lagi. Jasmin kecil langsung berlari maju, tangannya meraba dinding. Dia ingin buru-buru masuk kamar mandi. Ketika tangannya menyentuh apa yang dia rasa sebagai pintu, Jasmin kecil segera membukanya, masuk, jantungnya seperti mau meledak.

Ketika listrik kembali menyala, gadis kecil itu mengalami peristiwa yang selalu menghantuinya seumur hidup.

Kenangan itu berusaha ditepis jauh-jauh. Kok bisa ingat sekarang? Jasmin menyalahkan bulan. Tiba-tiba malam terasa semakin dingin. Jasmin bergidik, langkah kaki ia percepat. Lampu-lampu di pinggir jalan rusak, beberapa malah kedap-kedip seperti lampu disko. Genangan air dan kumpulan sampah berserak yang tak jelas dari apa, membuat Jasmin sedikit bergidik. Dia benci kotor. Tidak bersih, tidak higienis, sampah-sampah itu jelas membawa banyak penyakit. Beberapa anjing buduk saling berebut sisa makanan. Wanita bertubuh semampai itu segera menyingkir ke sisi lain jalan. Meski sinar lampu tidak terlalu terang, tapi dia masih bisa melihat ke sekitar, hanya dalam radius beberapa meter. Kenapa sekarang bulan sialan itu malah hilang? Jasmin tadi menengadah. Biarlah, asal hewan najis itu tidak dekat-dekat.

Awalnya dia tidak ingin melewati gang ini, tapi mau bagaimana lagi. Sekarang sudah jam dua belas lewat, tidak ada tremco yang bersliweran depan kampus. Mobilnya juga sedang dibawa papa keluar kota. Jasmin menyalahkan dosennya yang terpaksa membuat ia lembur di perpustakaan, padahal baginya pulang di atas jam 12 malam adalah hal yang tabu. Jasmin harus tidur cepat, dengan porsi yang cukup tentunya. Lalu bangun dengan sinar pagi yang membelai lembut, ditemani dengan secangkir teh dan sepotong roti berselimutkan selai nanas, lantas melanjutkan aktivitasnya yang padat sebagai mahasiswi di Universitas Ainu Syams dengan rutinitas yang terpogram.

Jasmin mempertegas langkah. Rasa takut yang menjalari tubuh, dia coba usir dengan kejengkelan-kejengkelan yang menumpuk.

Beberapa puing sisa pembangunan terserak di pinggir gang yang sempit itu. Jasmin memerhatikan dengan seksama. Di belakang tumpukan batu, berdiri sebuah rumah kecil setengah jadi yang seharusnya akan dijadikan sebuah losmen dengan harga murah. Hanya beberapa bulan menuju peresmian, pemiliknya raib entah ke mana. Gedung itu terlantar begitu saja, lama-lama penduduk lokal menyebutnya rumah hantu. Plakat kayu bertuliskan El-Khan yang dipersiapkan dan dipasang jauh-jauh hari, sudah lapuk digerogoti rayap, samar-samar menyisakan huruf E dan Kh. Jasmin kecil pernah melihat di televisi, dulu polisi sempat menciduk

beberapa pengedar narkotika yang menjadikan losmen itu sebagai markas mereka. Kini rumah hantu itu hanya menjadi kandang bagi anjing-anjing yang terlantar atau apapun itu. Jasmin sedikit mengernyitkan dahi dan mempercepat langkah. Ada bau busuk dari arah losmen. Kotoran dari binatang-binatang itukah? Jasmin berusaha menghibur diri. Sebagai mahasiswi kedokteran, dia tahu hanya ada satu alasan yang menyebabkan bau busuk semenyengat ini. Dia menutup hidung mancungnya dengan sapu tangan dan terus berjalan.

Jasmin melihat ke sekeliling. Sepi sekali. Seharusnya masih ada beberapa gelandangan atau pengemis jalanan dari Abbasiyyah atau Downtown yang membakar sampah sekedar untuk menghangatkan badan. Itulah yang sering ia lihat di film-film saat menampilkan adegan gang-gang kumuh di sebuah kota besar. Jasmin tidak pernah melihat langsung, dia besar dan tumbuh di kawasan elit. Tidak ada pengemis atau gelandangan yang boleh masuk daerah perumahannya. Tapi sungguh, kali ini dia benar-benar berharap bertemu seorang pengemis nyata sekedar untuk bernafas lega karena tahu dia tidak sendiri.

Engga, engga, itu malah bahaya. Baru beberapa minggu yang lalu, Abbassiyah dihebohkan oleh perampok yang menjarah orang-orang yang jalan sendirian. Kebanyakan dari korban adalah wanita. Barang mereka dirampas, kehormatan mereka diambil paksa, dan setelah pingsan, para korban digeletakkan begitu saja di tengah jalan. Jasmin bergidik. Bagaimana jika ternyata para perampok itu menyamar jadi pengemis? Tapi berita di televisi juga bilang, mereka sudah tertangkap. Jadi seharusnya aku tidak perlu takut tentang itu, kan? Matanya langsung mengedar ke sekitar, cepat. Tidak ada tanda kehadiran seseorang di sekitarnya. Dia mendesah lega. Lagi-lagi dilema itu muncul lagi, bukan pengemis atau orang asing, kali ini Jasmin benar-benar berharap sedang bersama atau sekedar bertemu seseorang yang ia kenal.

Pikiran wanita cantik itu terlempar ke kampus. Dia tidak ingat sudah berapa banyak lelaki yang menyatakan cinta. Persetan dengan cinta. Hakeem, dia bertubuh atletis tapi mulutnya besar. Ada Ahmed, si muka artis, hampir semua mahasiswi jatuh hati kepadanya, tapi Jasmin bukan tipikal wanita yang bisa diduakan. Belum lagi beberapa manusia lain dengan tampang kutu buku, mahasiswa senior yang sama sekali tidak tahu cara berpakaian rapi, bahkan dosen tua-bangka mata keranjang yang terang-terangan mengincar Jasmin meskipun ia sudah beristri.

Jasmin bisa melihat rasa lapar yang muncul dari mata-mata lelaki yang memandangnya seperti hyena. Omong kosong dengan cinta. Cuma ada seorang lelaki yang mampu membuatnya jatuh hati, Yusuf. Di kampus, dia selalu duduk di samping Jasmin. Tampangnya biasa, tubuhnya tinggi, tidak terlalu kekar memang, tapi Jasmin selalu suka akan matanya yang setajam elang lelaki. Berulang kali dia bersanding dengan Yusuf pada praktikum kuliah, gagasan yang keluar dari mulut lelaki itu selalu cemerlang. Dia juga selalu menjadi bintang di setiap kompetisi basket antar kampus. Teman-teman Jasmin selalu memuji Yusuf, beberapa dari mereka bahkan pernah mencoba menggaet lelaki malaikat ini, tetapi Yusuf selalu menolak dengan halus. Jasmin tahu benar, bagi Yusuf, kampus adalah tempat meraup pelbagai pengalaman, tapi pengalaman dengan wanita sama sekali tidak tercantum dalam kamusnya. Cuma sahabatnya yang mengerti bagaimana perasaan Jasmine, gadis manis dengan rambut yang selalu dikuncir ke belakang, Helwa. Setiap kali ia curhat, Helwa selalu menjawab sama, “Sabar aja.”

Jasmin benar-benar ingin dua orang itu ada di dekatnya sekarang. Jalannya kembali dipercepat. Dari belakang terdengar suara logam berdenting. Spontan dia menoleh. Hanya seekor anjing, mungkin. Suara itu berasal dari kegelapan di belakang. Tidak ada lampu yang menerangi. Lampu-lampu jalanan yang tadi dilewati, semua mati. Jasmin pikir, itu ulah anjing-anjing yang bermain di puing-puing losmen setengah jadi tadi. Mungkin saja mereka melakukan sesuatu yang membuat tiang lampu rusak. Mungkin.

Tidak ada kemungkinan terburuk yang bisa Jasmin imajinasikan. Berulang kali dia mengulang dalam hati: Tidak ada siapa-siapa di sini. Hanya aku. Juga binatang-binatang kusta itu. Jangan biarkan ketakutan

menguasaimu, Jasmin! Dalam kecemasannya, hanya satu ide yang berhasil ia pikirkan. Suara. Suara apa saja, asal bukan imajinasi semata. Dia merogoh ponsel dari tasnya dan mulai menelpon Helwa.

“Yalla, Helwa! Cepat angkat!” Jasmin semakin gelisah. Sesaat matanya melirik ke indikator jam di ponselnya, pukul 01:18. Dia masih menunggu suara tengil sahabatnya. Dia teringat, lidah Helwa sangat tajam dalam menyebarkan gosip, tapi tidak pernah sekalipun menjelek-jelekkan seseorang. Helwa adalah seorang humoris, pelupa dan orang konyol yang selalu melupakan kesalahan orang lain kepadanya. Sangat berbeda dengan Jasmin yang menurut orang-orang, ketus, acuh dan dingin. Pernah pada sebuah praktikum, kawan-kawan setim menyinggung sikap dingin Jasmin. Wanita itu membantah, dia hanya orang yang idealis dan perfeksionis. Rekan-rekannya menatap sinis, tapi tidak dengan Yusuf. Helwa hanya tersenyum.

Saat itu Jasmin berpikir, mungkin dia sedikit iri. Helwa memiliki apa yang tidak dimilikinya. Dia selalu dapat mengundang tawa orang banyak. Di mana ada pesta, pasti ada dia. Ketika dia absen kuliah, orang lain pasti akan menanyakan, “Eh, Helwa ke mana ya? Kok tidak kelihatan?” atau “Dia sakit ya? Ada yang mau ikut menjenguk?” dan hampir seisi kelas pasti menyetujui. Mungkin, sekali lagi Jasmin merenung, alasan Jasmin menganggap Helwa sebagai sahabatnya tidak lebih dari sebuah pelarian. Mungkin dalam hati, ia mengidolakannya. Ia ingin menjadi seperti Helwa. Tidak ada keinginan lain Jasmin yang melebihi bahwa dia ingin dikenal. Dia ingin dicari, dia ingin disayang banyak orang, tapi bukan sebagai seonggok daging yang dibungkus indah, melainkan Jasmin sebagai manusia.

“Sial! Kenapa aku bisa memikirkan suatu omong kosong di saat seperti ini?” Jasmin menekan tombol redial sekali lagi. “Ayolah Helwa, angkat telponnya, angkat…”

Sudah tiga kali Jasmin menelpon, tidak ada jawaban. Padahal Jasmin tahu benar, tidak mungkin jam segini Helwa sudah tidur. Dan lagi-lagi bunyi benda terseret itu kembali terdengar. Jasmin menoleh ke belakang. Wajahnya semakin memucat. Tangannya sedikit bergetar, hampir saja HP-nya terlepas. Ada sesuatu yang dari tadi mengikutiku, ia tahu itu. Tapi apa? Anjing-anjing itu kah? Jasmin tidak berani berpikir jika sesuatu itu diganti dengan wujud seseorang yang ia kenal di kampus, tentunya selain Yusuf dan Helwa. Semoga hari-hari ini aku tidak menyakiti seseorang. Sayangnya, wanita cantik ini juga tidak tahu berapa banyak hati lelaki yang sudah ia permainkan, jika memang pernyataan cinta dan penolakannya adalah permainan. “Aku tidak egois, tapi realistis!” Jasmin selalu membantah setiap lelaki yang ia tolak dengan kalimat itu. Ia tidak terlalu banyak mengenal lelaki, bagaimana mereka bisa tahu andaikata Jasmin menerima cinta mereka tanpa sebelumnya kurang mengenal dekat, lantas jalinan hubungan yang ada akan berjalan romantis, hangat, rekat, bukan sebagai ajang pelampiasan nafsu belaka? Hanya Yusuf yang bisa mengisi hatinya. Dia selalu berharap pada setiap kesempatan, Yusuf, dengan senyuman hangatnya, akan meminta Jasmin menjadi gadisnya.

“Ah, kenapa sih dari tadi pikiranku ke mana-mana?” Jasmin menepis pikiran konyol itu jauh-jauh. Bola pikir berupa asmara itu selalu muncul di saat yang tak terduga, bagaikan anjing hitam yang berputar-putar mengejar ekornya sendiri tanpa henti. Jasmin menggeleng-geleng cepat. Ini semua gara-gara dosen botak keparat! Gang ini, pikiran-pikiran ini, perasaan-perasaan ini, tidak mungkin mereka muncul jika saja aku tidak pulang telat! Dia tahu, berkelebat kenangan yang dari tadi merasuki otaknya, hanyalah usaha menyibukkan pikiran agar tidak sepenuhnya dikuasai rasa takut. Dia hanya bisa berdiri lemas jika dia benar-benar takut, dan Jasmin tidak menginginkan itu.

Bunyi denting logam di belakangnya terasa semakin dekat.

Dia melihat jalanan di depan masih terbalut remang, hanya dengan satu lampu jalanan yang sinarnya bertahan ala kadarnya. Kalau langkahku tidak lebih dipercepat, tidak… jangan berpikir macam-macam. Setengah berlari, Jasmin mengapit tas kecilnya erat-erat. Hanya beberapa meter lagi, dan dia akan merasakan ramainya jalan raya. Dekat, sangat dekat, Jasmin bisa merasakannya. Perasaan gembira ketika dia akan

terlepas dari kegelapan dan seluruh sensasi lembap, gatal dan bau yang melekat di tubuhnya semenjak dia melewati gang kotor ini semakin membuncah. Hatinya berdegup kencang. Mungkin karena Jasmin tahu, setelah ini dia akan kembali ke apartemennya yang nyaman, menyalakan tub air hangat dan berendam. Tidak ada yang lebih nikmat baginya selain mandi, sembari meluluhkan seluruh pegal dan takut itu. Lalu persetan dengan malam ini.

Sayangnya jalan raya itu terlihat sepi. Sempat pengendara motor lewat dengan kencangnya. Hanya sekali, selebihnya sunyi. Cuma suara motor yang lewat tadi. Itupun semakin samar, semakin sayup, kemudian hilang. Keheningan yang aneh kembali menyelimuti Jasmin. Dia menoleh ke belakang. Hanya perasaanku, atau memang gang itu semakin gelap? Jasmin menggosok matanya, tiba-tiba matanya terasa berat, lalu kembali menoleh ke ujung jalan. Dia memicingkan mata, sambil berharap cemas akan munculnya sebuah tremco, atau taxi, atau tiba-tiba saja Helwa muncul dengan sedan merahnya. Jasmin tahu itu konyol, dia hanya berusaha menghibur diri. Angin malam semakin kencang, tubuhnya menggigil. Jasmin semakin merapatkan jaketnya.

Lama ia menunggu, akhirnya dua buah mata menyala berwarna kuning mulai mengintip dari ujung jalan. Sebuah mobil sedan biasa berwarna putih membunyikan klakson. Jasmin melambai-lambaikan tangan. Mobil itu pun memelankan laju. Jasmin melihat sekilas, pengemudinya laki-laki separuh baya dengan sebatang rokok di mulut.

“Mau ke mana, yaa farowlah?”

Jasmin segera duduk tanpa menjawab. Dia menghembuskan nafas lega. Pintu ditutup. Jasmin menoleh kepada si lelaki dan berusaha tersenyum, tapi tidak bisa.

“Tajammu khomis, yang cepat ya!”

“Baiklah,” lelaki itu tersenyum. Mobil kembali melaju. Jasmin diam. Setidaknya dia merasa sedikit nyaman karena berada di dekat seseorang, meskipun cuma lelaki asing. Dia tidak berani menoleh ke belakang, ke gang tadi. Dalam hati ia yakin, jalanan di sana semakin menggelap. Hitam gulita, apalagi gang itu.

Si pengemudi hanya tersenyum, tidak pernah dia merasa seberuntung ini. Jasmin tidak menyadari hal itu sampai si lelaki menyalakan lampu dalam mobil. Lampu kuning. Jasmin menoleh ke arah sopir. Wajah itu, mirip dengan wajah yang kerap menjadi mimpi buruk Jasmin. Wajah yang muncul saat suatu malam, listrik rumahnya tiba-tiba mati, dan Jasmin kecil yang salah mengira kalau dia sudah masuk kamar mandi, tapi bukan. Itu gudang. Gudang tua yang letaknya dua meter di samping kamar mandi. Gudang tempat para ghoul bersemayam. Dan wajah si sopir benar-benar mirip dengan wajah yang menjilati tubuh kecilnya di bawah sinar lampu kuning di gudang tua rumahnya dulu.

*Seorang pecinta wanita dua dimensi dan hanya wanita dua dimensi.

Sakun Taloka*

COMMENTS

Name

A4,1,A5,1,AD,5,AL,5,ALUTSISTA,7,AMERIKA,1,AU,7,BANDARA,5,BPPT,1,CHIBA,1,DRONE,2,ESAI,11,FEATURE,1,FILM,1,FNSS,1,FRAME,14,HASANNUDIN,1,HEADLINES,1,HELIKOPTER,2,INFRASTRUKTUR,14,INTERNATIONAL,6,ISRAEL,1,ITS,1,JOKOWI,1,JORDANIA,1,KAPAL,6,KAPAL SELAM,1,KERETA,2,KOLOM,3,LAPAN,2,LAUT,1,MEDIUM TANK,1,MENTERI,1,MUHLASHON JALALUDDIN,2,MYANMAR,2,N219,1,N245,1,NATIONAL,8,NEPAL,1,OPINI,10,PALESTINA,1,PESAWAT,4,PESAWAT TEMPUR,1,PINDAD,6,PRESTASI,1,PTDI,5,PTKAI,1,PTPAL,1,PUJIASTUTI,1,ROHINGYA,2,RUSIA,1,SAKUN TALOKA,2,SASTRA,7,SATELIT,2,SENEGAL,1,SINGAPURA,1,SNIPER,1,SPIRIT,5,SUDAN,1,TANK,7,TEKNOLOGI,2,TNI,4,TURKI,6,UAV,1,UI,1,VIDEO,17,WINGSAIR,1,
ltr
item
TEKNOLOGI INDONESIA : Paranoia
Paranoia
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfCCYz-n1RHYS9UUhR0DH3vBIzz_AO_Gyb3zSTLZCBCq7m_rwTA-b51B7xGaY8sNoVxVEJ8KHrxYAzjcrhy-PsF8OFaD_fGDpprCPC_M9HfDyVlo4SM6yDjpWBQFB8E8BJdiqX8wKw-0D9/s640/Adab+Wanita+Ketika+di+Jalan+dan+Berjalan+Oleh+Buya+Yahya+-+Headlineislam.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfCCYz-n1RHYS9UUhR0DH3vBIzz_AO_Gyb3zSTLZCBCq7m_rwTA-b51B7xGaY8sNoVxVEJ8KHrxYAzjcrhy-PsF8OFaD_fGDpprCPC_M9HfDyVlo4SM6yDjpWBQFB8E8BJdiqX8wKw-0D9/s72-c/Adab+Wanita+Ketika+di+Jalan+dan+Berjalan+Oleh+Buya+Yahya+-+Headlineislam.jpg
TEKNOLOGI INDONESIA
https://ngasob.blogspot.com/2016/09/paranoia.html
https://ngasob.blogspot.com/
http://ngasob.blogspot.com/
http://ngasob.blogspot.com/2016/09/paranoia.html
true
4203332681464911880
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy